Cerpen unik (part 1)


Pangeran Biru

Dihari itu aku merasa sangat senang sekali, dan setiap orang yang melihatku pasti tahu betapa senangnya diriku. Aku menaiki sepeda dengan teman-temanku, kami melewati perkebunan teh yang terhampar begitu luas. Tak jauh dari perkebunan, kami beristirahat dan bermain ditepi sungai. Salah satu temanku tidak sengaja kepeleset batu licin ditepi sungai dan ia tercebur. Tanpa pikir panjang aku mencebur dan mengikuti arah arus sungai yang membawa temanku. Setelah beberapa menit aku kehilangan arah arus yang membawa temanku pergi. Aku berteriak meminta bantuan sekencang-kencangnya, namun tak ada balasan.
"Ya ampun sepertinya aku terbawa arus yang salah, jangan-jangan tadi ada dua arus atau lebih. Dan sekarang aku berada di danau, aku harus ke tepi untuk mencari bantuan."
Aku sangat letih dan aku beristirahat dibawah pohon tepi danau hingga akhirnya aku tertidur.  Setengah sadar aku merasakan kehangatan di kakiku. Saat aku terbangun kutatap langit-langit rumah yang berwarna putih. Aku sangat terkejut dengan apa yang aku lihat, entah ini mimpi atau bukan. Lalu kuturunkan kakiku dari ranjang, aku baru menyadari bahwa bajuku sudah ganti dan ada sepasang sandal dilantai. Ruangan yang bersih dihiasi dengan nuansa putih tatanannya juga rapi, pastilah yang mempunyai adalah orang yang sangat menjaga kebersihan dan kerapian. Aku berjalan keluar kamar untuk mencari tahu siapa yang telah menolongku. Tapi tak ada seorangpun yang kutemui. Saat aku berjalan kebelakang aku menemukan sepotong roti diatas meja.
"Sepertinya ini disiapkan untukku. Boleh gak ya kalau dimakan. Nanti kalau orangnya datang aku akan minta ijin darinya."
Saat hari mulai sore tak ada seorangpun yang datang ke rumah, aku berjalan menuju keluar rumah. Sungguh menawan, taman bunga warna-warni mewarnai halaman depan rumah ditambah lagi ada air mancur dekat bangku disebelah kiri rumah dan ada pagar-pagar berwarna putih yang membatasi taman dirumah dengan jalan. Aku menunggu seseorang yang akan pulang, satu jam, dua jam bahkan hingga senjapun datang tak ada seseorang yang menuju kearah rumah.
Keesokan harinya aku menunggu orang yang mempunyai rumah sambil membaca buku didalam kamarku. Tak lama kemudian aku mendengar ada langkah seseorang yang menuju kebelakang, pelan-pelan aku berjalan mengikutinya.
"Maaf, apa anda yang mempunyai rumah ini?"
"Wah, apa kau sudah baikan?"
"Iya Bu, Alhamdulillah saya baik. Terimakasih atas pertolongan anda. Kalau boleh tahu, kenapa kemarin anda tidak pulang kerumah?"
"Sebenarnya bukan ibu yang menolongmu nak. Ibu ini hanya membantu saja. Ada seseorang yang telah membawamu kesini. Katanya dia menemukanmu tergeletak dibawah pohon dekat danau. Dan ia membawamu kesini. Oh iya siapa namamu?"
"Saya Kirei Bu, anda sendiri siapa?"
"Saya Bu Farah."
Ternyata Bu Farah adalah orang yang mempunyai rumah ini, ia tinggal seorang diri. Dia mempunyai seorang putri tetapi putrinya telah menikah dan tinggal bersama suaminya di kota. Kasihan sekali wanita paruh baya ini, ia harus hidup sebatang kara setelah suaminya tiada. Ditambah lagi rumahnya yang jauh dari tetangga, entah apa yang ia lakukan ketika sedang menghadapi kesulitan.
"Kenapa Bu Farah tidak ikut dengan putri ibu?"
"Tidak nak, ada yang harus kujaga disini."
"Tapi Bu, bagaimana jika ada sesuatu pada ibu?"
"Ada seseorang yang selalu mampir kerumah ibu. Dia selalu membawa bunga, dan bunganya ibu tanam dikebun halaman depan rumah. Dia juga menjaga ibu ketika ibu sakit. Dan ia bilang pada ibu jika sudah terkumpul 1000 bunga, ia akan berhenti menemui ibu."
"Itu sebabnya dia tidak datang kemari."
"Bunga terakhirnya masih belum ibu tanam. Dan dia memberikan bunga itu, ketika dia membawamu kerumah ibu."
"Jadi, orang yang menolongku adalah orang yang sering kerumah ibu. Dimana dia tinggal? Saya ingin mengucapkan terimakasih kepadanya."
"Ibu juga tidak tahu, dia tidak pernah menceritakan tentang dirinya."
"Sayang sekali, padahal aku benar-benar ingin mengucapkan terimakasih kepadanya."
Setelah apa yang terjadi padaku, rasanya aku tidak percaya dengan semua ini. Aku sangat merindukan keluargaku, mereka pasti mengkhawatirkanku karena aku hilang dan tidak ditemukan. Aku mencari telepon di seluruh ruangan tapi tidak kutemukan benda yang kucari. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Terbersit dalam benakku, aneh rasanya kenapa rumah ini tidak ada telepon dan benda-benda elektronik lainnya. Untuk penerangan saja harus menyalakan obor, entah apa penyebabnya tapi hal itu jauh lebih baik daripada tidak ada apapun. Untuk pertama kalinya aku keluar rumah kulihat pepohonan yang rindang. Aku berjalan menuju tepi danau tepat dimana aku beristirahat setelah tersesat oleh arus sungai. Aku menemukan sebuah gelang terbuat dari perak, tanpa pikir panjang aku langsung meraihnya dan kukenakan pada pergelangan tangan kiriku. Aku terkejut ketika ada anak panah yang melesat di atas kepalaku, tepatnya pada pohon besar yang kusandari. Aku ketakutan dan aku langsung berlari sekencang-kencangnya. Seseorang sedang mengejar ku dengan menaiki kudanya. Hingga aku terjatuh diapun menghentikan kudanya.
"Maaf, jika saya mempunyai salah. Saya tidak punya niat jahat sama sekali. Saya... Saya hanya mencari barang yang hilang saja."
"Tenanglah, saya hanya ingin mengucapkan permintaan maaf saya kepada anda. Apa anda terluka?"
" Tidak.... Tidak sama sekali."
"Perkenalkan namaku Yuniar. Siapa nama anda?"
" Ki... Kirei tuan."
" Dimanakah rumahmu nona?"
"Saya tinggal dekat sini. Kalau begitu bolehkah saya permisi dulu?"
"Tentu saja, silahkan."
Aku bingung ternyata disini masih saja ada orang yang gemar menaiki kuda, lalu aku menceritakan hal ini pada Bu Farah. Bu Farah yang mendengar ceritaku hanya menggeleng keheranan dan menertawaiku. Bu Farah menjelaskan bahwa yang kutemui ketika di hutan adalah seorang pangeran. Apa yang terjadi padaku? Terjebak dalam dimensi waktu. Setelah aku tahu ada seorang pemimpin dalam desa ini, aku berniat untuk mencari tahu jalan untuk pulang. Aku putuskan pergi ke kota dan menemui sang raja, ditengah-tengah perjalanan aku bertemu dengan sekelompok perampok. Aku sangat ketakutan dan aku lari sekencang-kencangnya, tiba-tiba ada seseorang yang menolongku. Kemudian dia memelukku seperti dia sangat mengenalku.
"Apa kau tidak apa-apa?"
"Tidak tuan. Maaf, apa saya mengenal anda?"
"Ikutlah denganku."
Aku menyebutnya dengan sebutan tuan biru, karena dia memakai baju biru. Dia mengajakku pergi kerumahnya. Aku terkejut, didalam rumahnya ada seorang bayi laki-laki dan tuan biru memintaku untuk menjaga bayi itu.


Bersambung,,,,,,,,,,,,.........




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL RINGKASAN PROYEK

legenda Keboharan

skenario temu manten